Perpisahan dengan Ramadhan Al Mubarak
Tidakterasa sudah sebulan kita menjalani ibadah di bulan Ramadhan.Dan saatnya kita berpisah dengan bulan yang penuh barokah, bulan yang penuhrahmat dan ampunan Allah, serta bulan di mana banyak yang dibebaskan dari siksaneraka. Pada pembahasan kali ini, kami mengangkat sebuah pelajaran yang cukupberharga yang kami olah dari kitabLatho-ifAl Ma’arif karangan Ibnu Rajab Al Hambali dengan judul “Wadha’ Ramadhan” (Perpisahandengan Bulan Ramadhan), juga terdapat beberapa tambahan pembahasan dari kitablainnya. Semoga kalimat-kalimat yang secuil ini bermanfaat bagi kita semua.
SebabAmpunan Dosa di Bulan Ramadhan
Saudaraku,jika kita betul-betul merenungkan, Allah begitu sayang kepada orang-orang yanggemar melakukan ketaatan di bulan Ramadhan.Cobalah kita perhatikan dengan seksama, betapa banyak amalan yang di dalamnyaterdapat pengampunan dosa. Maka sungguh sangat merugi jika seseorangmeninggalkan amalan-amalan tersebut. Dia sungguh telah luput dari ampunan Allahyang begitu luas.
Cobalahkita lihat pada amalan puasa yang telah kita jalani selama sebulan penuh, didalamnya terdapat ampunan dosa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَامَرَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapayang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allahmaka dosanya di masa lalu pasti diampuni.”[1]
Pengampunandosa di sini bisa diperoleh jika seseorang menjaga diri dari batasan-batasanAllah dan hal-hal yang semestinya dijaga.[2]
Begitupula pada amalan shalat tarawih, di dalamnya juga terdapat pengampunan dosa.Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَامَرَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapamelakukan qiyam Ramadhan (shalat tarawih) karena iman dan mencari pahala, makadosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”[3]
Barangsiapayang menghidupkan malam lailatul qadar dengan amalan shalat, juga akanmendapatkan pengampunan dosa sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ قَامَ لَيْلَةَالْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapamelaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahaladari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”[4]
Amalan-amalantadi akan menghapuskan dosa dengan syarat apabila seseorang melakukan amalantersebut karena (1) iman yaitu membenarkan pahala yang dijanjikan oleh Allahdan (2) mencari pahala di sisi Allah, bukan melakukannya karena alasan riya’atau alasan lainnya.[5]
Adapunpengampunan dosa di sini dimaksudkan untuk dosa-dosa kecil sebagaimana pendapatmayoritas ulama.[6] Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الصَّلَوَاتُالْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَمُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ
“Antarashalat yang lima waktu, antara jum’at yang satu dan jum’at berikutnya, antaraRamadhan yang satu dan Ramadhan berikutnya, di antara amalan-amalan tersebutakan diampuni dosa-dosa selama seseorang menjauhi dosa-dosa besar.”[7] Yangdimaksud dengan pengampunan dosa dalam hadits riwayat Muslim ini, ada duapenafsiran:
Pertama,amalan wajib (seperti puasa Ramadhan, -pen) bisa memnghapus dosa apabilaseseorang menjauhi dosa-dosa besar. Apabila seseorang tidak menjauhi dosa-dosabesar, maka amalan-amalan tersebut tidak dapat mengampuni dosa baik dosa kecilmaupun dosa besar.
Kedua,amalan wajib dapat mengampuni dosa namun hanya dosa kecil saja, baik diamenjauhi dosa besar ataupun tidak. Dan amalan wajib tersebut sama sekali tidakakan menghapuskan dosa besar.[8]
Pendapatyang dianut oleh mayoritas ulama bahwa dosa yang diampuni adalah dosa-dosakecil, sedangkan dosa besar bisa terhapus hanya melalui taubatan nashuhah(taubat yang sesungguhnya).[9]
Adapunpengampunan dosa pada malam lailatul qadar adalah apabila seseorang mendapatkanmalam tersebut, sedangkan pengampunan dosa pada puasa Ramadhan dan qiyamRamadhan (shalat tarawih) adalah apabila bulan Ramadhan telah sempurna (29 atau30 hari). Dengan sempurnanya bulan Ramadhan, seseorang akan mendapatkanpengampunan dosa yang telah lalu dari amalan puasa dan amalan shalat tarawihyang ia laksanakan.[10]
Selainmelalui amalan puasa, shalat malam di bulan Ramadhan danshalat di malam lailatul qadar, juga terdapat amalan untuk mendapatkan ampunanAllah yaitu melalui istighfar. Memohon ampun seperti ini adalah di antarabentuk do’a. Dan do’a orang yang berpuasa adalah do’a yang mustajab(terkabulkan), apalagi ketika berbuka.[11]
Begitupula pengeluaran zakat fithri di penghujung Ramadhan,itu juga adalah sebab mendapatkan ampunan Allah. Karena zakat fithri akanmenutupi kesalahan berupa kata-kata kotor dan sia-sia. Ulama-ulama terdahulumengatakan bahwa zakat fithri adalah bagaikan sujud sahwi (sujud yang dilakukanketika lupa, -pen) dalam shalat.[12]
Jadidapat kita saksikan, begitu banyak amalan di bulan Ramadhan yang terdapatpengampunan dosa, bahkan itu ada sampai penutup bulan Ramadhan. Sampai-sampaiIbnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Tatkala semakin banyak pengampunan dosa dibulan Ramadhan, maka siapa saja yang tidak mendapati pengampunan tersebut,sungguh dia telah terhalangi dari kebaikan yang banyak.”[13]
SeharusnyaKeadaan Seseorang di Hari Raya Idul Fithri Seperti Ini
Setelahkita mengetahui beberapa amalan di bulan Ramadhan yang bisa menghapuskandosa-dosa, maka seseorang di hari raya Idul Fithri, ketika dia kembali berbuka(tidak berpuasa lagi) seharusnya dalam keadaan bayi yang baru dilahirkan olehibunya bersih dari dosa. Namun hal ini dengan syarat, seseorang haruslahbertaubat dari dosa besar yang pernah ia terjerumus di dalamnya, dia bertaubatdengan penuh rasa penyesalan.
Lihatlahperkataan Az Zuhri berikut, “Ketika hari raya Idul Fithri, banyak manusia yangakan keluar menuju lapangan tempat pelaksanaan shalat ‘ied, Allah pun akanmenyaksikan mereka. Allah pun akan mengatakan, “Wahai hambaku, puasa kalianadalah untuk-Ku, shalat-shalat kalian di bulan Ramadhan adalah untuk-Ku,kembalilah kalian dalam keadaan mendapatkan ampunan-Ku.”
Ulamasalaf lainnya mengatakan kepada sebagian saudaranya ketika melaksanakan shalat‘ied di tanah lapang, “Hari ini suatu kaum telah kembali dalam keadaansebagaimana ibu mereka melahirkan mereka.”[14]
SelepasRamadhan, Para Salaf Khawatir Amalannya Tidak Diterima
Paraulama salaf terdahulu begitu semangat untuk menyempurnakan amalan mereka,kemudian mereka berharap-harap agar amalan tersebut diterima oleh Allah dankhawatir jika tertolak. Merekalah yang disebutkan dalam firman Allah,
وَالَّذِينَيُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ
“Danorang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yangtakut.” (Qs. Al Mu’minun: 60)
‘Ali bin Abi Thalib mengatakan, “Mereka para salaf begituberharap agar amalan-amalan mereka diterima daripada banyak beramal. Bukankahengkau mendengar firman Allah Ta’ala,
إِنَّمَايَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
“Sesungguhnya Allah hanya menerima(amalan) dari orang-orang yang bertakwa.” (Qs. Al Ma-idah:27)”
DariFudholah bin ‘Ubaid, beliau mengatakan, “Seandainya aku mengetahui bahwa Allahmenerima dariku satu amalan kebaikan sebesar biji saja, maka itu lebih kusukaidaripada dunia dan seisinya, karena Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّمَايَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
“SesungguhnyaAllah hanya menerima (amalan) dari orang-orang yang bertakwa.” (Qs.Al Ma-idah: 27)”
IbnuDiinar mengatakan, “Tidak diterimanya amalan lebih ku khawatirkan daripadabanyak beramal.”
AbdulAziz bin Abi Rowwad berkata, “Saya menemukan para salaf begitu semangat untukmelakukan amalan sholih. Apabila telah melakukannya, mereka merasa khawatirapakah amalan mereka diterima ataukah tidak.”
Olehkarena itu sebagian ulama sampai-sampai mengatakan, “Para salaf biasa memohonkepada Allah selama enam bulan agar dapat berjumpa dengan bulan Ramadhan.Kemudian enam bulan sisanya, mereka memohon kepada Allah agar amalan merekaditerima.”
Lihatpula perkataan ‘Umar bin ‘Abdul Aziz berikut tatkala beliau berkhutbah padahari raya Idul Fithri, “Wahai sekalian manusia, kalian telah berpuasa selama 30hari. Kalian pun telah melaksanakan shalat tarawih setiap malamnya. Kalian punkeluar dan memohon pada Allah agar amalan kalian diterima. Namun sebagian salafmalah bersedih ketika hari raya Idul Fithri. Dikatakan kepada mereka,“Sesungguhnya hari ini adalah hari penuh kebahagiaan.” Mereka malah mengatakan,“Kalian benar. Akan tetapi aku adalah seorang hamba. Aku telah diperintahkanoleh Rabbku untuk beramal, namun aku tidak mengetahui apakah amalan tersebutditerima ataukah tidak.”
Itulahkekhawatiran para salaf. Mereka begitu khawatir kalau-kalau amalannya tidakditerima. Namun berbeda dengan kita yang amalannya begitu sedikit dan sangatjauh dari amalan para salaf. Kita begitu “pede” dan yakin dengan diterimanyaamalan kita. Sungguh, teramatlah jauh kita dengan mereka.
BagaimanaMungkin Mendapatkan Pengampunan di Bulan Ramadhan?
Setelahkita melihat bahwa di bulan Ramadhan ini penuh dengan pengampunan dosa dariAllah Ta’ala, namun banyak yang menyangka bahwa dirinya kembali suci sepertibayi yang baru lahir selepas bulan Ramadhan, padahal kesehariannya di bulanRamadhan tidak lepas dari melakukan dosa-dosa besar. Sebagaimana yang telahkami jelaskan bahwa dosa-dosa kecil bisa terhapus dengan amalan puasa, shalatmalam dan menghidupkan malam lailatul qadar. Namun ingatlah bahwa pengampunantersebut bisa diperoleh bila seseorang menjauhi dosa-dosa besar. Lalubagaimanakah dengan kebiasaan sebagian kaum muslimin yang berpuasa namunmenganggap remeh shalat lima waktu, bahkan seringkali meninggalkannya ketikadia berpuasa padahal meninggalkannya termasuk dosa besar?!
Sebagiankaum muslimin begitu semangat memperhatikan amalan puasa, namun begitu lalaidari amalan shalat lima waktu. Padahal dengan sangat nyata dapat kami katakanbahwa orang yang berpuasa namun enggan menunaikan shalat, puasanya tidaklahbernilai apa-apa. Bahkan puasanya menjadi tidak sah disebabkan meninggalkanshalat lima waktu.
SyaikhMuhammad bin Sholih Al Utsaimin mengatakan, “Puasa yang dilakukan oleh orangyang meninggalkan shalat tidaklah diterima karena orang yang meninggalkanshalat telah melakukan dosa kekafiran dan murtad. Dalil bahwa meninggalkanshalat termasuk bentuk kekafiran adalah firman Allah Ta’ala,
فَإِنْ تَابُواوَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآَتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِوَنُفَصِّلُ الْآَيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
“Jikamereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu)adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaumyang mengetahui.” (Qs. At Taubah: 11)
Alasanlain adalah sabda Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam,
بَيْنَ الرَّجُلِوَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ
“Pembatasantara seorang muslim dengan kesyirikan dan kekafiran adalah meninggalkanshalat.”[15]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jugabersabda,
الْعَهْدُ الَّذِىبَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ
“Perjanjianantara kami dan mereka (orang kafir) adalah mengenai shalat. Barangsiapameninggalkannya maka dia telah kafir.” [16]“[17] Namun ini nyataterjadi pada sebagian orang yang menunaikan puasa. Mereka begitu semangatmenunaikan puasa Ramadhan, namun begitu lalai dari rukun Islam yang lebihpenting yang merupakan syarat sah keislaman seseorang yaitu menunaikan shalatlima waktu. Hanya Allah lah yang memberi taufik.
Laluseperti inikah Idul Fithri dikatakan sebagai hari kemenangan sedangkan hakAllah tidak dipedulikan? Seperti inikah Idul Fithri disebut hari yang sucisedangkan ketika berpuasa dikotori dengan durhaka kepada-Nya? Kepada Allah-lahtempat kami mengadu, semoga Allah senantiasa memberi taufik. Ingatlah,meninggalkan shalat lima waktu bukanlah dosa biasa, namun dosa yang teramatbahaya.
IbnuQayyim Al Jauziyah –rahimahullah-mengatakan, “Kaum muslimin bersepakat bahwa meninggalkan shalat lima waktudengan sengaja adalah dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar daridosa membunuh, merampas harta orang lain, berzina, mencuri, dan minum minumankeras. Orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allahserta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.” [18] Dinukil oleh Adz Dzahabidalam Al Kaba’ir,Ibnu Hazm –rahimahullah-berkata, “Tidak ada dosa setelah kejelekan yang paling besar daripadadosa meninggalkan shalat hingga keluar waktunya dan membunuh seorang mukmintanpa alasan yang bisa dibenarkan.”[19]
Itulahkenyataan yang dialami oleh orang yang berpuasa. Kadang puasa yang dilakukantidak mendapatkan ganjaran apa-apa atau ganjaran yang kurang dikarenakan ketikapuasa malah diisi dengan berbuat maksiat kepada Allah, bahkan diisi denganmelakukan dosa besar yaitu meninggalkan shalat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
رُبَّ صَائِمٍحَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالعَطَشُ
“Betapabanyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebutkecuali rasa lapar dan dahaga.”[20] Jika demikian, di manakahhari kemenangan yang selalu dibesar-besarkan ketika Idul Fithri? Di manakahhari yang dikatakan telah suci lahir dan batin sedangkan hak Allahdiinjak-injak? Lalu apa gunanya minta maaf kepada sesama begitudigembar-gemborkan di hari ied sedangkan permintaan maaf kepada Rabb atas dosayang dilakukan disepelekan?
Takbirdi Penghujung Ramadhan
Karenabegitu banyak pengampunan dosa di bulan Ramadhan, kita diperintahkan oleh Allahdi akhir bulan untuk bertakbir kepada-Nya dalam rangka bersyukur kepada-Nya.Allah Ta’ala berfirman,
وَلِتُكْمِلُواالْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْتَشْكُرُونَ
“Danhendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu bertakwa pada Allahatas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (Qs.Al Baqarah: 185)
Yangdimaksud dengan takbir di sini adalah bacaan “Allahu Akbar”. Mayoritas ulamamengatakan bahwa ayat ini adalah dorongan untuk bertakbir di akhir Ramadhan.Sedangkan kapan waktu takbir tersebut, para ulama berbeda pendapat.
Pendapatpertama, takbir tersebut adalah ketika malam idul fithri.
Pendapatkedua, takbir tersebut adalah ketika melihat hilal Syawal hingga berakhirnyakhutbah Idul Fithri.
Pendapatketiga, takbir tersebut dimulai ketika imam keluar untuk melaksanakan shalatied.
Pendapatkeempat, takbir pada hari Idul Fithri.
Pendapatkelima yang merupakan pendapat Imam Malik dan Imam Asy Syafi’i, takbir ketikakeluar dari rumah menuju tanah lapang hingga imam keluar untuk shalat ‘ied.
Pendapatkeenam yang merupakan pendapat Imam Abu Hanifah, takbir tersebut adalah ketikaIdul Adha dan ketika Idul Fithri tidak perlu bertakbir.[21]
Syukurdi sini dilakukan untuk mensyukuri nikmat Allah berupa taufik untuk melakukanpuasa, kemudahan untuk melakukannya, mendapat pembebasan dari siksa neraka danampunan yang diperoleh ketika melakukannya. Atas nikmat inilah, seseorangdiperintahkan untuk berdzikir kepada Allah, bersyukur kepada-Nya dan bertakwakepada-Nya dengan sebenar-benarnya takwa.
IbnuMas’ud mengatakan bahwa sebenar-benarnya takwa adalah mentaati Allah tanpabermaksiat kepada-Nya, mengingat Allah tanpa lalai dari-Nya dan bersyukur atasnikmat-nikmat Allah, tanpa kufur darinya.[22]
Allahuakbar, Allahu akbar, Allahu Akbar wa lillahil hamd. Dipenghujung bulan Ramadhan ini, hanyalah ampunan dan pembebasan dari siksaneraka yang kami harap-harap dari Allah yang Maha Pengampun. Kami pun berharapsemoga Allah menerima amalan kita semua di bulan Ramadhan, walaupun kami rasaamalan kami begitu sedikit dan begitu banyak kekurangan di dalamnya. Taqobbalallahu minna wa minkum (SemogaAllah menerima amalan kami dan amalan kalian). Semoga Allah menjadi kita insanyang istiqomah dalam menjalankan ibadah selepas bulan Ramadhan.
Alhamdulillahilladzibi ni’matihi tatimmush sholihaat (Segala puji bagi Allahyang dengan segala nikmat-Nya setiap kebaikan menjadi sempurna). Wa shallallahu wa salaamu ‘alanabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi ajma’in.
***
Penulis:Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id
Footnote:
[1] HR. Bukhari no. 38 dan Muslim no. 760.
[2] Lihat Latho-if AlMa’arif, Ibnu Rajab Al Hambali, hal. 372, Daar Ibnu Katsir [Tahqiq:Yasin Muhammad As Sawaas]
[3] HR. Bukhari no. 37 dan Muslim no. 759
[4] HR. Bukhari no. 1901.
[5] Lihat Fathul Bari,6/290, Mawqi’ Al Islam, Asy Syamilah
[6] Lihat Latho-if AlMa’arif, hal. 372 dan FathulBaari, 6/290
[7] HR. Muslim no. 233.
[8] Latho-if Al Ma’arif,hal. 372
[9] -Idem-
[10] Latho-if Al Ma’arif,hal. 373
[11] Latho-if Al Ma’arif,hal. 378
[12] Latho-if Al Ma’arif,hal. 383
[13] Latho-if Al Ma’arif,hal. 378
[14] Latho-if Al Ma’arif,hal. 373-374
[15] HR. Muslim no. 82
[16] HR. Ahmad, At Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah. Dikatakan shahih oleh Syaikh AlAlbani
[17] Majmu’ Fatawa wa Rosa-il Ibnu‘Utsaimin, 17/62, Asy Syamilah
[18] Ash Sholah wa Hukmu Tarikiha,hal. 7, Darul Imam Ahmad, Kairo-Mesir.
[19] Al Kaba’ir (Ma’a Syarhi Li Fadhilatisy SyaikhMuhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin), Al Imam Adz Dzahabiy, hal. 25,Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah.
[20] HR. Ath Thobroniy dalam Al Kabir dan sanadnya tidak mengapa. Syaikh Al Albanidalam Shohih AtTargib wa At Tarhib no. 1084 mengatakan bahwa hadits inishohih ligoirihi –yaitu shohih dilihat dari jalur lainnya
[21] Lihat Fathul Qodir,Asy Syaukani, 1/239, Mawqi’ At Tafasir, Asy Syamilah
[22] Latho-if Al Ma’arif,hal. 381
No comments:
Post a Comment
Sila beri cadangan ! !